BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Tajdid dalam Islam meliputi seluruh bidang kehidupan, yang pada intinya
dapat dibedakan menjadi dua bidang utama.
yang pertama, dibidang akidah dan ibadah, pembaharuan dimaksud untuk
memurnikan ajaran islam (purifikasi) dari unsur-unsur asing dan kembali kepada
ajaran yang murni dan utuh, sehingga iman menjadi suci karena terus diperbarui.
Ini sesuai dengan hadis nabi:
“Abdullah bercerita kepada kami, bercerita kepad ayahku, bercerita
kepada kami sulaiman bin abi daud al-Thayalisi, bercerita kepada kami sidqah
bin musa al-sulami al-daqiqi, bercerita kepada kami muhammad bin wasi’ dari
syair bin nahar dari abu hurairah, bahwasannya nabi saw bersabda, Tuhanmu
berfirman: “jaddidu manakum”,
perbaharuilah imanmu”(hanbal,II:359)
Kedua,dibidang muamalah duniawiah,
tajdid dimaksudkan sebagai upaya modernisasi atau pengembangan dalam aspek
sosial, ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan lain lain sepajang tidang
bertentangan dengan dan dibah panduan al-Qur’an dan hadis. Disini umat Islam
bebas melakukan kreasi, inovasi, dan reformasi kehidupan masyarakat muslim
dengan berbagai metode dan pendekatan yang memadai.
1.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana Tajdid pada priode modern (Jamaluddin al-Afghani: 1838/1839-1897)?
b.
Bagaimana Tajdid pada pride modern (Muhammad Abduh: 1848-1905)?
2.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui tadjid pada priode modern yg di
plopori oleh jamaluddin al-asfghani dan Muhammad abduh.
b.
Untuk mendalami, mempelajari dan mengamalkan ajaran
islam yang sebenarnya sebagaimana yang ada dalam Gerakan Pembaharuan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sayyid Jamaluddin
Al-Afghani
Sayyid jamaludin Al-Afghani (1838-1897) merupakan salah satu tokoh yang
pertama kali menyatakan kembali kepada tradisi muslim yang muncul akibat dunia
barat mengusik timur tengah di abad ke sembilan belas. Dengan menolak
tradisionalisme murni yang mempertahankan warisan Islam secara tidak kritis di
satu pihak dan peniruan membabi buta terhadap barat di lain pihak.Afghani
menjadi perintis penafsiran ulang Islam yang menekankan kualitas yang
diperlukan di dunia modern, seperti penggunaan penggunaan akal,aktivisme
politik, serta kekuatan militer dan politik. Karena seringnya dia melakukan
perjalanan, khususnya ketika berada di mesir dan India dua wilayah yang menjadi
perintis pembaharuan Islam , pengaruh Afghani menjadi tak tertandingi
oleh banyak tokoh yang hidup dan mengemukakan gagasannya hanya di satu Negara.
Ini karena beberapa murid mesirnya pada mulanya menerbitkan artikel-artikelnya
Afghani dalam bahasa arab, bahasa paling penting di dunia Muslim..
Setelah hampir pasti melanjutkan pendidikannya di kota suci Syi’ah
seperti Najaf dan Karbala, Afghani pergi ke India pada usia akhir belasan
tahunnya, sekitar masa pemberontakan India pada 1857. sejak kata-katanya yang
pertama direkam pada 1860-an sampai meninggalnya, tema yang paling konsisten
dalam hidup Afghani adalah memusuhi pemerintah Inggris di bumi kaum
muslim. Tampaknya tidak mungkin kalau perkembangan gagasan ini bermula di Iran
atau di Irak, dimana kendali Inggris kurang kuat, tetapi sangatlah mungkin
kalau itu merupakan reaksi reaksi terhadap pemerintahan dan kebijakan Inggris
di India.
Yusron Asmuni, Pengantar
studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam ( Dirasah
Islamiyah III), Jakarta ,Raja Grafindo
Persada, 1998.
Rupanya kontak penting pertama Afghani dengan pemikiran Barat terjadi di
India . dan menurut seorang murid Arab, di India inilah Afghani menjadi skeptis
terhadap agama positif, yang dilihatnya terutama sebagai sarana penghibur atas
kematian dan problem lain di dunia ini.
Setelah tinggal di India, Afghani rupanya pergi haji ke mekkah, lalu ke
kota-kota suci syi’ah, barangkali ke Istambul, dan kemudian ke Afghanistan
lewat Iran. Afghani tidak seperti pulang ke rumah ketika dia masuk ke
Afghanistan pada 1866. namun seperti orang asing yang tak kenal orang Afghan,
dan berbicara bahasa Persia seperti orang Iran. Afghani berhubungan dekat
dengan emir Afghan yang bernama A’Zham Khan. Nasihatnya kepada emir tidak
menyangkut pembarauan, seperti yang seringkali diberitakan, tetapi agar Afghan
bersekutu dengan rusia untuk melawan Inggris. Dalam banyak dokumentasi periode
ini, dia terlihat sebagai figur politik yang sangat anti Inggris.
Jatuhnya A’ Zham Khan dan naik tahtanya Shir’Ali yang pro Inggris,
menyebabkan Afghani diusir dari Afghanistan pada Desember 1868. dia ke
Bombai, Kairo, lalu ke Istambul pada 1869.
Di Istambul, Afghani kembali dapat menembus kalangan tinggi. Dia punya
kontak dengan tokoh terkemuka pembaratan dan sekularis, seperti Munif, Presiden
Dewan Pendidikan serta Tahsin, direktur universitas baru yang berpikiran
ilmiah. Afghani ditunjuk untuk menyampaikan salah satu pidato pembukaan di
universitas tersebut pada tahun 1870. disini dia memuji pembaharuan yang
bersifat pembaratan, dan mendesak kaum muslim agar mencontoh ‘bangsa Barat yang
berperadaban’.
Pada 1870, Afghani diangkat menjadi dewan pendidikan ‘Ustmaniah resmi
yang reformis. Karena ikatannya dengan berbagai ahli pendidikan terkemuka, dia
diundang untuk menyampaikan kuliah umum. Namun , dari kuliah inilah menyebabkan
dia diusir, karena isinya dianggap menyimpang dari agama.
Yusron Asmuni, Pengantar studi Pemikiran dan Gerakan
Pembaharuan Dalam Dunia Islam ( Dirasah Islamiyah III), Jakarta ,Raja Grafindo Persada, 1998.
Afghani diusir dari Istambul dan kepala universitasnya dipecat. Afghani
kemudian ke Kairo. Pada waktu itu Mesir diperintah oleh Khedive Isma’il. Di
Kairo dia tinggal sangat lama, dari 1871 sampai diusir pada 1879. Politisi
terkemuka Mesir, Riyad Pasha, rupanya mengundangnya dan menggajinya. Sebagian
besar waktunya terutama untuk mengajar para pemuda secara informal, beberapa
diantaranya menjadi muridnya. Muhammad Abduh muda dan yang lainnya yang
kemudian disebut sebagai murid setia. Pada 1870, Afghani mendorong pengikutnya
untuk menerbitkan Koran. Di Koran ini mereka menekankan isu politik. Pada
tahun-tahun itu, perhatian dan keterlibatan politik orang Mesir meningkat
secara dramatis. Problem keuangan dan pajak dipadu dengan peristiwa dalam dan
luar negri lainnya menciptakan krisis politik. Karena krisis tersebut akhirnya
Khadive Ismail dapat digulingkan oleh ahli warisnya Khadive Taufiq . Pada
1870 Taufiq berkuasa dibawah dukungan Inggris dan Prancis.
Dari Mesir, Afghani ke Hyderabad di India selatan. Disana dia
tinggal selama dua tahun. Disana dia menulis, dalam bahasa Persia,beberapa
artikel dan satu-satunya risalahnya, yang terjemahan judul Arabnya adalah ‘
membantah Kaum Materialis.’dalam karya ini banyak tranformasi pada pesona
publik atau peranan Afghani dalam masyarakat.dia mengunkapkan bahwa dirinya
sebagai pembela kuat agama pada umumnya , khususnya Islam terhadap serangan
kaum ortodoks.
Dari India Afghani ke London
dan pada 1883 ke Paris. Di Paris dia diikuti Muhammad Abduh. Mereka menerbitkan
Koran berbahasa Arab, Al-Urwah Al-Wutsqa (Mata Rantai Terkuat, merujuk ke
Al-Qur’an atau Islam) yang mendapat dari para pengagum, dan dibagikan
gratis kepada tokoh terkemuka di seluruh dunia muslim. Dalam Koran ini, Afghani
melanjutkan polemik anti Inggrisnya, khususnya menentang serangan Inggris di
Mesir dan Sudan, Dia juga mengemukakan argument-argumen yang memperkuat
pandangan bahwa persatuan antar Negara Islam dapat membendung serbuan pihak
asing.
Yusron Asmuni, Pengantar studi Pemikiran dan Gerakan
Pembaharuan Dalam Dunia Islam ( Dirasah Islamiyah III), Jakarta ,Raja Grafindo Persada, 1998
Pada 1889, Syah Iran pergi ke
Eropa melalui St Petersburg. Afghani bertemu Syah di Munich, Syah mengundang
Afghani ke Iran. Karena pengaruhnya kurang di Iran Afghani mengumpulkan
kelompok pembaharu dan mengajarkan metode aksi oposisi. Pada januari 1891
penguasa Iran mengusir Afghani ke Irak, ketika di Irak Afghani menulis surat kepada
murid-muridnya dan ulama untuk menentang konsesi Iran terhadap pihak asing.
Setelah itu Afghani pindah ke London dan melanjutkan propagandanya
menentang pemerintah Iran. Dia bergabung dengan Malkam Khan seorang pembaharu
Iran,dalam propaganda menentang rezim Iran. Sultan Abdul Hamid kemudian
mengundangnya untuk datang ke Istambul Afghani menyetujuinya.
Pada 1897 Afghani meninggal akibat kanker di dagunya. Di antara banyak
mitos seputar dirinya, adalah bahwa dia diracun oleh sultan. Namun bukti bahwa
dia memang sakit dan dioprasi terdokumentasi dengan baik. Pada masa ini Afghani
tidak boleh menerbitkan apapun, tidak diperbolehkan bepergian atau
berbicara di depan umum selama lima tahun. semakin pudarlah Afghani dari
kesadaran umum, sampai berita meninggalnya. Kemasyhuran Afghani tercermin dari
perjuangannya dalam berbagai hal diantaranya modernisme Islam, aktivisme
militan, dan khususnya anti imperealisme, semakin tersebar luas di dunia
muslim. Afghani adalah pencetus paling penting kecenderungan untuk mengubah
Islam dari kepercayaan keagamaan menjadi idiologi politik-agama.
·
Gagasan Pan-Islamisme
Al-Afghani
Pengalaman yang diserap
Al-Afghani selama lawatannya ke Barat menumbuhkan semangatnya untuk
mamajukan umat. Barat yang diperankan oleh Inggris dan Prancis
mulai hendak menancapkan dominasi politiknya di dunia Islam, maka pasti
akan berhadapan dengan Al-afghani. Adanya anggapan dasar yang dipegang oleh
Al-Afghani menghadapi Barat seperti diungkapkan L. Stoddard yakni :
1. Dunia Kristen sekalipun mereka berbeda dalam
keturunan, kebangsaan, tetapi apabila menghadapi dunia Timur (Islam) mereka
bersatu untuk menghancurkannya.
2. Semangat perang Salib masih tetap berkobar,
orang Kristen masih menaruh dendam. Ini terbukti umat Islam diperlakukan secara
diskriminatif dengan orang Kristen.
3. Negara-negara Kristen membela agamanya.
Mereka memandang Negara Islam lemah, terbelakang dan biadab. Mereka selalu
berusaha menghancurkan dan menghalangi kemajuan Islam.
4. Kebencian terhadap umat Islam bukan hanya
sebagain mereka, tetapi seluruhnya. Mereka terus-menerus bersembunyi dan
berusaha menyembunyikannya.
5. Perasaan dan aspirasi umat Islam diejek dan
difitnah oleh mereka. Istilah nasionalisme dan patriotosme di Barat, di Timur
disebut fanatisme.
Menurut Al-Afghani, hal-hal
tersebut di atas menuntut adanya persatuan umat Islam untuk menghadapui
dunia Barat dan mempertahankanya dari keruntuhan. Disamping itu Al-Afghani
melihat bahwa kondisi umat Islam sendiri memang berada dalam kemunduran yang mengkhawatirkan.
Kemunduran tersebut menurutnya bukan karena ajaran Islam, tetapi
oleh umat itu sendiri yang yang tidak berupaya mengubah nasibnya. Menghadapi
paham fatalisme, Al-Afghani mengajak umat Islam merebut peradaban, kebudayaan,
ilmu pengetahun Barat yang positif dan sesuai ajaran Islam. Pan Islamisme
(Al-jami’iyyah Al-Islamiyyah) ialah rasa solidaritas seluruh umat Islam.
Solidaristas sepeti itu sudah ada dan diajarkan sejak Nabi SAW, baik dalam
menghadapi kafir Quraisy ataupun dalam kegiatan-kegiatan sebagai upaya
menciptakan kesejahteraan umat.
Semangat pan Islamisme
yang diserukan Al-Afghani memberikan pengaruah besar di kalangan umat terutama
bagi para pemimpinnya. Hal ini kemudian menyadarkan mereka akan
besarnya ancaman Barat. Sultan Abdul Hamid dari Kerajaan Turki Usmani misalnya
menyambut dengan penuh antusias. Ia mendirikan organisai seruan Pan-Islamisme
mengutus banyak orang ke berbagai negeri Islam dengan pesan agar umat Islam
bersatu dan meleaskan diri dari pemerintahan Barat.
Nikki R Kiddie Sayyid Jamal Al-Din
Al-Afghani olitical Biografi; an Islamic Response to Imperialism;
Roots of Revolution.
·
Konsep Negara menurut
Al-Afghani
Selain Pan-Islamisme,
Al-Afghani juga mengajukan konseop negara republik yang demokratis bagi negeri-negeri
Islam. Al-Afghani banyak mencela sistem pemerintahan umat Islam yang bercorak
otokratis monarkhi absolut. Menurutnya, kepala negara harus mengadakan syura
dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang memiliki banyak pengalaman.
Pengetahuan manusia secara individu amat terbatas. Islam dalam pandangan
Al-Afghani menghendaki pemerintahan Republik di mana kebebasan mengeluarkan
pendapat dan kewajiban kepala negara untuk tunduk kepada Undang-undang.
Pendapat ini baru dalam
sejarah politik Islam. Sebelumnya umat Islam hanya mengenal system
kekhalifahan yang mempunyai kekuasaan absolut. Dalam pemerintah republik,
yang berkuasa adalah undang-undang dan hukum, bukan kepala Negara. Ia hanya
kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan hukum yang digariskan oleh
lembaga legislative untuk memajukan kemaslahatan rakyat.
Bukti keinginan Al-Afghani akan pemerintahan yang
demokratis, adalah penegasannya tentang keharusan kepala Negara
mengadakan syura dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang banyak pegalaman.
Pemerintahan otokrasi yang
cenderung meniadakan hak-hak individu tidak sesuai dengan ajaran Islam
yang sangat menghargai hak-hak individu. Pemerintahan otokrasi yang
mawujud dalam institusi khilafah saat itu harus diganti denegan pemerintahan
yang bercorak demokrasi yang menjunjung tinggi hak-hak individu.
Pemerintah yang demokratis
menurut Al-Afghani menghendaki adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat. Lembaga
ini bertugas memberi usul dan pendapat kepada pemerintah dalam menentukan
suatu kebijaksanaan Negara. Ide dari wakil rakyat yang berpengalaman
merupakan sumbangan yang berharga bagi pemerintah, karenanya para wakil
rakyat haruslah berpengalaman dan berwawasan luas dan bermoral baik.
Wakil-wakil tersebut akan membawa dampak positif pada pemerintahan sehingga akan melahirkan undang-undang dan
peraturan atau keputusan yang baik bagi rakyat.
Taufik Rachman, SI
dalam Tragedi Politik Indonesia,Majalah
serikat Edisi perdana Th.VII/199
Demikian juga para pemegang
kekuasan haruslah orang-orang yang paling taat terhadap undang-unang. Model
inilah yang berlaku di dalam sistem khilafah, yang bagi Al-Afghani tidak
sesuai dengan ajaran Islam.
Menurut Munawir Sadjali,
Pan-Islamisme Al-Afghani itu adalah suatu asosiasi antar Negara-negara
Islam dan umat Islam di wilayah jajahan untuk menentang kezaliman intern
para penguasa muslim yang lalim, menentang kolonialisme dan imperialisme Barat
serta mewujudkan keadilan. Dalam kiprahnya di dunia politik Al-Afghani banyak
meyumbangkan pemikiran, yakni:
1. Keyakian bahwa kebangkitan dan kejayaan kembali
Islam hanya mungkin terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang
murni, dan meneladani pola hidup para sahabat Nabi, khususnya Al-Khulafa
al-Rasyidin.
2. Perlawanan terhadap kolonislisme dan dominasi Barat,
baik politik, ekonomi maupun kebudayaan
3. Pengakuan terhadap keunggulan Barat dalam Ilmu
dan Teknologi, dan karenanya umat Islam harus belajar dari Barat dalam
dua bidang tersebut.
4. Menentang setiap sistem yang sewenang-wenang dan
menggantikannya dengan pemerintahan berdasarkan musyawarah.
5. Menganjurkan pembentukan Jamiah Islamiyah/
Pan-Islamisme, menyatukan seluruh umat Islam termasuk Persia dengan menggunakan
suatu bahasa yakni bahasa Arab.
6. Melakukan perubahan kekuasan dengan cara
revolusi.
B. Sayyid Muhammad
Abduh
Muhammad
Abduh berakar pada bumi pedusunan Mesir . dia lahir di sebuah dusun di
delta sungai Nil pada 1849. keluarganya terkenal teguh kepada ilmu agama.
Ayahnya beristri dua. Muhammad Abduh muda merasakan sejak dini sulitnya hidup
dalam keluarga poligami. Hal ini menjadi pokok persoalan yang dia sampaikan
dengan sangat yakin di kemudian hari ketika dia menegaskan perlunya
pembaharuan keluarga dan hak-hak wanita ‘Abduh belajar membaca dan menulis di
rumah. Pada usia dua belas tahun dia rajin membaca Al-Qur’an, sampai hapal.
Salah seorang penulis biografinya mencatat bahwa karena tidak belajar di
lingkungan sekolah Al-Qur’an, Abduh tak pernah merasakan hal yang dialami orang
yang hapal Al-qur’an seperti ragu-ragu ketika menyampaikan kuliah atau mengutip
Al-Qur’an.
Ketika berusia tiga belas tahun, Abduh dibawa ke Tanta untuk
belajar di Masjid Ahmadi. Masjid ini kedudukannya dianggap nomor dua setelah
Universitas Al-Azhar yaitu sebagai tempat membaca Al-Qur’an dan menghapalnya.
Pada usia enam belas tahun ,dia menikah.
Pada 1866, Abduh meninggalkan keluarga dan isterinya, menuju Kairo untuk
belajar di Al-Azhar. Ketika Jamaluddin datang ke Mesir, Abduh bergabung
dan belajar kepadanya. Dibawah bimbingan Afghani , Abduh mulai memperluas
studinya meliputi filsafat, ilmu sosial dan politik. Abduh membuang habis
sisa-sisa tasawuf yang bersifat pantang dunia , lalu memasuki dunia aktivisme
sosio politik.
Pada
1878, Abduh mendapat tugas mengajar di perguruan tinggi Dar Al-‘Ulum.
Dia memanfaatkan ini sebagai peluang uintuk berbicara dan menulis soal politik
dan sosial, dan khususnya soal soal pendidikan Nasional. Pada saat Afghani
diusir dari Mesir, Abduh diberhentikan dari jabatan mengajarnya di Dar
Al-Ulum. Setelah itu, Abduh diaktifkan
kembali oleh perdana menteri untuk menjadi editor kepala Koran Al-Waqa’I
Al- Mishriyah, sebuah Koran resmi. Dalam
posisi itu, Abduh menjadi berpengaruh dalam membentuk opini publik.
Ketika
mencari perlindungan di Beirut, dia mendapat undangan dari sahabat lamanya,
Al-Afghani untuk bergabung bersamanya di Paris. Di sana, mereka mendirikan
organisasi yang sangat berpengaruh yaitu Al-Urwat
Al-Wutsq ’(Mata Rantai Terkuat). Tujuan
organisasi ini adalah menyatukan umat Islam, dan sekaligus melepaskannya dari
sebab-sebab perpecahan mereka. Organisasi ini menerbitkan Koran yang namanya
sama dengan nama organisasinya (berhasil terbit delapan edisi), Koran ini
didedikasikan untuk tujuan umum memberi peringatan kepada masyarakat non Barat
tentang bahaya intervensi Eropa, sedangkan tujuan khusus adalah membebaskan
Mesir dari pendudukan Inggris.
Ustman Amin,Muhammad Abduh Washington.DC.
American Councilof Learned Societies,1953
Yang
jadi focusnya adalah masyarakat muslim, karena fakta bahwa mayoritas bangsa yang
dikhianati dan dihinakan dan yang sumber dayanya dijarah oleh pihak asing
adalah umat Islam.
Karya
teologisnya yang penting, Risalah
At-Tauhid , berdasar pada berbagai
kuliah yang disampaikannya selama berda di Beirut. Pada 1888, Khedive mengizinkannya
pulang ke Kairo. Karena tidak boleh mengajar, mengingat dia dianggap terlalu
berpengaruh pada kaum muda, dia diangkat menjadi hakim dipengadilan penduduk
asli yang didirikan untik menerapkan atauran hukum Khedive. Dia kemudian
menjadi anggota dewan administrative Al-Azhar pada 1895. Tepat sebelum
pergantian abad, dia diangkat menjadi Mufti Besar Mesir. Ketika berada di
posisi ini dia mengusulkan berbagai perubahan system pengadilan agama, dan
melanjutkan perjuangannya memperbaharui pendidikan di Mesir, terutama di
Al-Azhar.
Muhammad Abduh meninggal pada 11 juli 1905. Banyaknya orang yang memberi
penghormatan di Kairo dan Aleksandria, membuktikan betapa besar penghormatan
kepada dirinya. Pada akhir hidupnya, Abduh jarang menyebut-nyebut Al-Afghani,
orang yang dulunya erat hubungannya dengan Abduh dan berpengaruh kuat padanya.
Meskipun Abduh mendapat serangan sengit karena pandangan dan tindakannya yang
blak-blakan, terutama pada tahun-tahun terakhir hidupnya, terasa ada pengakuan
bahwa Mesir dan Islam merasa kehilangan atas meninggalnya seorang pemimpin yang
terkenal lemah lembut dan mendalam spiritualnya. Orang Yahudi, Kristen dan
Islam datang berbondong-bondong untuk memberi penghormatan kepadanya sebagai
sarjana,patriot dan agamawan.
Latar kehidupannya diwarnai oleh enam fenomena dan kondisi yang
membentuk jatidiri dan ketokohannya sebagai fundamentalis dan mujadid Islam yang genius sebagaimana berikut:
Pertama: Pertumbuhan awal
– Beliau dilahirkan di perkampungan Mahallat Nasr berhampiran Sungai Nil di
daerah al-Buhairah, Mesir pada tahun 1849 (bersamaan 1266 H). Keluarganya dari
golongan petani yang sederhana tetapi kuat berpegang dan beramal dengan agama.
Muhammad Abduh telah menerima pendidikan asas daripada kedua ibubapa dan
keluarganya. Dia telah berjaya menghafal al-Qur’an seawal usia 10 tahun. Untuk
memperkukuhkan penguasaan ilmu keagamaannya, beliau telah dihantar ke Masjid
al-Ahmadi di Tanta sekitar 80 km dari ibu negara Mesir, Kaherah. Beliau
menghabiskan masa selama 2 tahun belajar di masjid tersebut. Sekembalinya ke
desa dalam usia 16 tahun, dia telah dikahwinkan dengan gadis desanya pada tahun
1865.
Kedua: Pengaruh Sufisme
– Pelarian Muhammad Abduh dari rumahnya ke perkampungan Syibral Khit merupakan
satu babak penting dalam hidupnya kerana dia dipertemukan dengan salah seorang
bapa saudaranya, Syeikh Darwish Khidr yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman
yang luas tentang pengajian al-Qur’an dan ilmu tasawuf. Syeikh Darwish
merupakan pengikut aliran sufi Abu al-Hasan al-Syazali (Syazaliyyah) yang
mempunyai pengaruh yang kuat di Mesir dan Afrika Utara pada ketika itu. Mulai
saat itu, Muhammad Abduh cenderung dan amat meminati pengajian tasawuf serta ilmu
pengetahuan.
Ketiga: Pengajian di
Universiti Al-Azhar – Muhammad Abduh kembali meneruskan pengajiannya di Masjid
al-Ahmadi, dan pada bulan Februari 1866 beliau mendaftarkan diri sebagai
mahasiswa pengajian tinggi universiti Al-Azhar yang tersohor dan bersejarah,
yang mana ia telah diisytiharkan oleh Khalifal Al-‘Aziz BiLlah (tempoh
pemerintahannya dari 975-996) dari pemerintah Kerajaan Fatimiyyah sebagai
sebuah universiti pada tahun 988 (bersamaan 378 H). Di universiti tersebut,
Muhammad Abduh bukan sekadar mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu keagamaan
dalam pelbagai bidang dan cabangnya, tetapi beliau juga turut terdedah dengan
ilmu-ilmu rasional dan falsafah. Pensyarah falsafahnya, Syeikh Hasan al-Thawil
telah membimbingnya dengan ilmu-ilmu falsafah yang dikarang oleh Ibn Sina,
al-Farabi dan Ibn Rusyd dan ilmu logika Aristotle dan metafizika Plato serta
pelbagai cabang ilmu-ilmu rasional yang lain.
Keempat: Pertemuan dengan
Sayyid Jamaluddin al-Afghani dan pengaruh reformasi pemikiran Islam Pan
Islamismenya – Episod terpenting yang merubah corak perjalanan hidup dan
perjuangan masa depannya ialah pertemuan Muhammad Abduh dengan Sayyid Jamaludin
yang kemudian menjadi gurunya dan mentornya dalam mereformasikan pemikiran
Islam. Kehebatan dan kegeniusan al-Afghani yang menjadi gurunya di Kaherah
selama delapan tahun dari tahun 1871 hingga 1879 telah membina kepimpinan,
keilmuan dan ketokohan Muhammad Abduh. Sejak berusia 26 tahun, Abduh
menghasilkan karya-karya berikut hasil pertemuannya dengan Jamaluddin, antaranya
ialah Risalah al-‘Aridat (1837), Hasyiah
Syarah al-Jalal ad-Diwani Lil `Aqa`id adh-Adhudhiyyah (1875). Di samping itu, beliau turut menulis tentang
pelbagai persoalan reformasi pemikiran Islam di dalam surat kabar ternama di
Kaherah yaitu al-Ahram. Surat
kabar tersebut menjadi medium baginya untuk meniupkan semangat anti
penjajah Barat..
Kelima: Pergolakan
politik tanah airnya Mesir dan penjajahan Barat ke atas dunia Islam – Sepanjang
tahun-tahun 1870-an, Mesir menghadapi pergolakan politik yang tidak menentu dan
tidak stabil akibat kelemahan serta kebejatan pemerintahnya, Khedive Ismail
yang akhirnya telah mengundang campur tangan penjajah Inggeris, lebih-lebih
lagi apabila berlakunya Pemberontakan Urabi pimpinan Ahmad Urabi Pasha dari
Parti beraliran nasionalisme. Lantaran kegeniusan Muhammad Abduh, beliau telah
lulus mencapai tahap tertinggi atau al-‘Alamiyyah di Al-Azhar dalam usia 28 tahun yaitu pada tahun 1877.
Pada tahun yang sama dia ditawarkan menjadi pensyarah Al-Azhar dan mengajar
bidang logika dan ilmu kalam (skolastik Islam).Beliau mengajar kitab Tahzib
al-Akhlaq karangan Ibn Maskawayh dan
sejarah peradaban Barat berasaskan terjemahan Arab karya Guizot, History
of Civilization in Europe dirumahnya.
Pada tahun 1878, Muhammad Abduh dilantik menjadi pensyarah di Dar al-Ulum.
Salah satu subjek yang diajar di pusat pengajian tersebut ialah al-Muqaddimah
Ibn Khaldun.
Keenam: Pertemuann dan
pendedahan Abduh dengan pergerakan tajdid dan reformasi Pan Islamisme
Jamaluddin al-Afghani diperingkat antara bangsa Selepas diusir dari
Mesir, Muhammad Abduh menuju Syria dan Libanon pada tahun 1882. Pada tahun 1883
beliau pergi ke Paris bergabung dengan Sayyid Jamaluddin menerbitkan majalah al-Urwat
ul-Wuthqa yang menjadi saluran
penyatuan pemikiran ummat Islam dan membangkitkan semangat mereka menentang
penjajahan Barat di dunia Islam.
Ustman Amin,Muhammad Abduh Washington.DC.
American Councilof Learned Societies,1953
Secara
ringkasnya kepulangan Abduh ke Mesir memberi kesempatan kepadanya untuk berkecimpung
secara langsung dalam mainstream tanah airnya dan umat Islam keseluruhannya.
Sepanjang
tempoh tahun 1888, hingga kematiannya pada 11 Julai 1905 di Kaherah, Mesir,
Muhammad Abduh dilantik menjadi Hakim Mahkamah Syari’ah pada tahun 1888, ahli jawatankuasa
atau senat Universiti al-Azhar, manakala pada tahun 1899 beliau dilantik
menjadi Mufti Mesir dan ahli Majlis Syura Kerajaan Mesir. Kedudukan.
·
Reformasi Pemikiran
Islam
Syeikh Muhammad Abduh telah
menggerakkan dan mempelopori kebangkitan intelektual pada separuh abad ke-19.
Kebangkitan dan reformasi difokuskan kepada gerakan kebangkitan, kesedaran dan
pemahaman Islam secara komprehensif serta pemulihan semangat dan pemikiran
Islam agar dapat menyahut kemodenan yang kompleks. Tajdid atau
reformasi pemikiran Islam Muhammad Abduh merangkumi aspek-aspek berikut:-
Pertama: Membebaskan
pemikiran umat Islam dari kebekuan, kejumudan (stagnation) serta taqlid buta
(blind imitation). Dalam konteks ini, gagasan Abduh ialah membebaskan ummah
daripada taqlid dan meningkatkan kefahaman ummah tentang agama dengan mengajak
mereka merujuk secara langsung kepada al-Quran dan al-Sunnah serta berpandu
kepada kupasan dan tafsiran salaf al-sholeh sebelum muncul tempoh perselisihan
atau khilafiah yang tidak banyak memberi faedah kepada ummat Islam.
Kedua: Muhammad Abduh
berusaha mencetuskan pembukaan pintuijtihad dan perkembangan pemikiran dan penyelidikan umat Islam
serta tidak dipecahbelahkan oleh keta’asuban kepelbagaian mazhab dan kelompok
aliran politik dan ‘asabiyyah (perkauman).
Terdapat
dua metodologi ijtihad yang disyarankan oleh Abduh dalam melaksanakan ijtihad
tersebut. Ini termasuk, kaedah maslahah yang sering digunakan oleh aliran
Maliki dan Hanafi.
Malcom K Kerr,Islamic Reform. The
Political and LegaL Theories of Muhammad Abduh and Rashid Rida,Barkeley; University of California Press,1996
Muhammad
Abduh mendalami fiqh Maliki dan Hanafi ketika belajar di Al-Azhar. Bermakna
metodologi aliran al-hadith dan aliran al-ra`y telah digabungkan olehnya dalam berijtihad bagi
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam, terutama
perkara-perkara yang bersifat kontemporari. Manakala, kedua, yang dicadangkan
olehnya ialah kaedah talfiq (piecing together) yang menggunakan pendekatan sintesis, iaitu memilih
yang terbaik setelah mengadakan perbandingan antara ijtihad para ulama` dari
pelbagai aliran. Ijtihad bagi Abduh merupakan jalan terbaik untuk memecahkan
kebekuan dan kejumudan pemikiran ummah yang tidak berupaya menghadapi perubahan
masyarakat dan zaman.
Ketiga: Mengembalikan
ajaran Islam ke landasan dan pengkalan yang asalnya yaitu berpegang kepada
al-Quran dan al-Sunnah. Menurut Y. Haddad didalam buku Pioneers
of Islamic Revival yang memetik
pandangan Abduh dalam rangka mengembalikan Islam ke pengkalan asalnya dipanggil
kaedah salafiyyah. Tiga
metode salafiyyah yaitu,
(1) Golongan salaf perlu dikenal pasti memiliki autoriti untuk mentafsirkan
Islam yang dimulai oleh Rasulullah SAW, madrasah para sahabatnya dan para
tabi’in yang terpercaya, sejajar dengan apa yang diungkapkan oleh Muhammad
al-Bahi bahawa dengan kaedah menghidupkan dan membongkar khazanah intelektual
kitab-kitab terawal (kutub al-awa`il) atau al-Turath yang dihasilkan pada abad pertama hijrah, (2) Semua
teks pentafsiran, kecuali al-Quran, perlu diselidiki dan dianalisis secara
mendalam, dan kemudiannya perlu diukur dan dipiawai dengan neraca al-Quran, (3)
Semua aliran dan mazhab Islam perlu dilindungi kebebasan mereka tanpa
campurtangan golongan pemerintah, sementara itu, golongan umara` atau
pemerintah sewajarnya bersifat berkecuali daripada sebarang kecenderungan
kepada sebarang mazhab agar berkembangnya penyuburan intelektual Islam.
Abduh
menghadapi fenomena konflik dua aliran dengan pemikiran positif. Penyelesaian
yang disarankan olehnya kepada kedua-dua kelompok itu ialah dengan membebaskan
pemikiran daripada taqlid buta dan kembali kepada pendekatan salafi sebelum
period khilafiah.
Malcom K Kerr,Islamic
Reform. The Political and LegaL Theories of Muhammad Abduh and Rashid Rida,Barkeley;
University of California Press,1996
Malah,
beliau mengajak intelektual Islam menyelidiki kemajuan sains dan modeniti yang
sedang melanda dunia mutakhir. Selanjutnya, beliau mengajak para cendekiawan
Islam tampil membuka pintu ijtihad serta membuat kajian dan tafsiran yang bijak
tentang hal ehwal umat Islam.
Keempat: Menyatupadukan
umat Islam dan membangkitkan kesedaran serta menggembeling tenaga mereka ke
arah membebaskan ummah daripada belenggu penjajahan Barat menerusi penguasaan
sains dan teknologi moden yang sedang didominasi oleh komuniti Barat. Respons
segera Abduh terhadap dakwaan liar Menteri Luar Perancis, M.Gabriel Hanoteaux
yang menyatakan penguasaan Barat atau Eropah dalam pelbagai lapangan sains dan
teknologi adalah kerana mereka mewarisi peradaban semetik atau Aryan. Abduh
menyangkal hujah tersebut dengan menyatakan peradaban Barat amat terhutang budi
dengan peradaban Islam yang mengeluarkan Barat dari zaman kegelapannya.
Hujah-hujah Abduh ini termuat didalam bukunya Al-Muslimun wa
al-Islam (1963) dan Al-A’mal
al-Kamilah (1972). Malah, karyanya yang
amat penting dalam rangka membuktikan bahawa Islam dan umat Islam telah memberi
sumbangan yang besar kepada umat Modern serta perkembangan sains dan teknologi
termuat di dalam bukunya Al-Islam wa al-Nasraniyyah Ma’a al-‘Ilm
wa al-Madaniyyah (1902)
Malcom K Kerr,Islamic
Reform. The Political and LegaL Theories of Muhammad Abduh and Rashid Rida,Barkeley;
University of California Press,1996
BAB III
PENUTUP
3.
Kesimpulan
Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh adalah dua tokoh reformis
Islam yang merintis perjuangannya pada akhir abad sembilan belas dan awal abad
dua puluh. Afghani dan Abduh adalah dua reformis yang pada dasarnya memiliki
visi dan misi yang sama karena mereka memiliki hubungan yang kuat yang
diantaranya sebagai sahabat, guru dan murid.
Pendidikan yang diperoleh Afghani dari semenjak kecil adalah pendidikan
syiah di Iran terutama filsafat Islam yang dikembangkan oleh kaum syiah madzhab
Syaikhi sedangkan Abduh belajar di Masjid Ahmadi dan Al-Azhar selanjutnya
mendapatkan pengajaran filsafat dari Afghani. Bakat ilmu pengetahuan dan
wawasan yang menjadi dasar aktivitas mereka adalah disamping ilmu
agama juga ilmu-ilmu yang didapat dari ilmu –ilmu yang yang berkembang
selanjutnya seperti filsafat, sosiologi dan ilmu politik.
Dalam perjuangannya mereka berusaha membuka mata kejumudan kaum Islamis
tradisionalis conservative untuk lebih memandang ralitas sosial yang menjadi
penyebab kesenjangan idealisme ajaran-ajaran Islam. Mereka tidak meninggalkan
kemuslimannya untuk menerima segala perubahan baik dalam wujud pemikiran maupun
dalam bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Wujud perjuangan mereka berupa paradigma Islam dipandang sebagai ajaran
yang menghargai aktivitas berfikir yang berpola interpretasi rasional terhadap
perubahan kehidupan sosial masyarakat juga memperjuangkan hak-hak sosial
ekonomi dan politik kaum muslim yang waktu itu mengalami penjajahan dari kaum
imperialisme Barat.
4.
Saran
Sebaiknya gerakan pembaharuan islam
dapat dipelajari oleh semua orang setiap harinya tidak hanya orang-orang yang
menempuh pendidikan di Muhammadiyah saja,karena Tajdid ini sangatlah penting
bagi umat islam agar dapat memperbarui Iman nya agar sesuai dengan yang di
ajarkan dalam Al-Quran dan hadist.
DAFTAR PUSTAKA
·
Deliar
Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia1900-1942, Yogyakarta ,LP3ES,1994.
·
Al-Ghazali,Kitab
Ihya ‘Ulum Ad-Din,4 jil,Kairo,Ottoman Printing Press,1352/1933,jil2,1993
·
Hasan
Asy-Syaikh, Ma’al Imam Muhammad Abduh fi
Madrasatihi Al-Adabiyah, Kairo Matba’ah Al-Azhar
·
Malcom K Kerr,Islamic
Reform. The Political and LegaL Theories of Muhammad Abduh and Rashid Rida,Barkeley; University of California Press,1996
·
Muhammad
Abduh, Al-Muslimun wa Al-Islam,Thahir At-Tanahi(ed),Kairo:Al-Hilal,1963
·
Muhammad
Syamsu As, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan
Sekitarnya ,Jakarta, Lentara Basritama,1999.
·
Mukti Ali, Interprestasi
tentang Amalan-amalan Muhammadiyah, MP.Pemuda
Muhammadiyah, tth.
·
Nikki R Kiddie Sayyid
Jamal Al-Din Al-Afghani olitical Biografi; an Islamic Response to
Imperialism; Roots of Revolution.
·
Rahmena, Ali. Para
Perintis zaman baru Islam,Bandung,
Mizan 1996
·
Taufik
Rachman, SI dalam Tragedi Politik Indonesia,Majalah serikat Edisi perdana
Th.VII/1997.
·
Ustman
Amin,Muhammad Abduh Washington.DC. American Councilof Learned Societies,1953
·
Yusron Asmuni, Pengantar
studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam ( Dirasah
Islamiyah III), Jakarta ,Raja Grafindo
Persada, 1998.
Lucky Club Casino Site - South Africa
AntwoordVee uitOur Lucky Club Casino site is licensed in South Africa. This is a safe and safe online gambling site. Our site's rating system ensures a safe and Live Dealer: 888sportCustomer Support: 24/7 Live Chat, Email, Phone Rating: 3.8 luckyclub · 14 votes