Donderdag 13 Junie 2013

Gerakan Pembaharuan ISLAM (GPI) >Priode Modern (Tokoh dan Karakteristik Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh)

BAB I
PENDAHULUAN


1.      Latar Belakang

Tajdid dalam Islam meliputi  seluruh bidang kehidupan, yang pada intinya dapat dibedakan menjadi dua bidang utama. yang pertama, dibidang akidah dan ibadah, pembaharuan dimaksud untuk memurnikan ajaran islam (purifikasi) dari unsur-unsur asing dan kembali kepada ajaran yang murni dan utuh, sehingga iman menjadi suci karena terus diperbarui. Ini sesuai dengan hadis nabi:
“Abdullah bercerita kepada kami, bercerita kepad ayahku, bercerita kepada kami sulaiman bin abi daud al-Thayalisi, bercerita kepada kami sidqah bin musa al-sulami al-daqiqi, bercerita kepada kami muhammad bin wasi’ dari syair bin nahar dari abu hurairah, bahwasannya nabi saw bersabda, Tuhanmu berfirman:  “jaddidu manakum”, perbaharuilah imanmu”(hanbal,II:359)
            Kedua,dibidang muamalah duniawiah, tajdid dimaksudkan sebagai upaya modernisasi atau pengembangan dalam aspek sosial, ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan lain lain sepajang tidang bertentangan dengan dan dibah panduan al-Qur’an dan hadis. Disini umat Islam bebas melakukan kreasi, inovasi, dan reformasi kehidupan masyarakat muslim dengan berbagai metode dan pendekatan yang memadai.
1.      Rumusan Masalah
a.       Bagaimana Tajdid pada priode modern (Jamaluddin al-Afghani: 1838/1839-1897)?
b.      Bagaimana Tajdid pada pride modern (Muhammad Abduh: 1848-1905)?
2.      Tujuan
a.       Untuk mengetahui tadjid pada priode modern yg di plopori oleh jamaluddin al-asfghani dan Muhammad abduh.
b.      Untuk mendalami, mempelajari dan mengamalkan ajaran islam yang sebenarnya sebagaimana yang ada dalam Gerakan Pembaharuan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sayyid Jamaluddin Al-Afghani
Sayyid jamaludin Al-Afghani (1838-1897) merupakan salah satu tokoh yang pertama kali menyatakan kembali kepada tradisi muslim yang muncul akibat dunia barat mengusik timur tengah di abad ke sembilan belas. Dengan menolak tradisionalisme murni yang mempertahankan warisan Islam secara tidak kritis di satu pihak dan peniruan membabi buta terhadap barat di lain pihak.Afghani menjadi perintis penafsiran ulang Islam yang menekankan kualitas yang diperlukan di dunia modern, seperti penggunaan penggunaan akal,aktivisme politik, serta kekuatan militer dan politik. Karena seringnya dia melakukan perjalanan, khususnya ketika berada di mesir dan India dua wilayah yang menjadi perintis pembaharuan Islam , pengaruh Afghani  menjadi tak tertandingi oleh banyak tokoh yang hidup dan mengemukakan gagasannya hanya di satu Negara. Ini karena beberapa murid mesirnya pada mulanya menerbitkan artikel-artikelnya Afghani dalam bahasa arab, bahasa paling penting di dunia Muslim..
Setelah hampir pasti melanjutkan pendidikannya di kota suci Syi’ah seperti Najaf dan Karbala, Afghani pergi ke India pada usia akhir belasan tahunnya, sekitar masa pemberontakan India pada 1857. sejak kata-katanya yang pertama direkam pada 1860-an sampai meninggalnya, tema yang paling konsisten dalam hidup Afghani adalah  memusuhi pemerintah Inggris di bumi kaum muslim. Tampaknya tidak mungkin kalau perkembangan gagasan ini bermula di Iran atau di Irak, dimana kendali Inggris kurang kuat, tetapi sangatlah mungkin kalau itu merupakan reaksi reaksi terhadap pemerintahan dan kebijakan Inggris di India.

Yusron Asmuni, Pengantar studi Pemikiran dan Gerakan  Pembaharuan Dalam Dunia Islam ( Dirasah Islamiyah III), Jakarta ,Raja Grafindo Persada, 1998.
Rupanya kontak penting pertama Afghani dengan pemikiran Barat terjadi di India . dan menurut seorang murid Arab, di India inilah Afghani menjadi skeptis terhadap agama positif, yang dilihatnya terutama sebagai sarana penghibur atas kematian dan problem lain di dunia ini.
Setelah tinggal di India, Afghani rupanya pergi haji ke mekkah, lalu ke kota-kota suci syi’ah, barangkali ke Istambul, dan kemudian ke Afghanistan lewat Iran. Afghani tidak seperti pulang ke rumah ketika dia masuk ke Afghanistan pada 1866. namun seperti orang asing yang tak kenal orang Afghan, dan berbicara bahasa Persia seperti orang Iran. Afghani berhubungan dekat dengan emir Afghan yang bernama A’Zham Khan. Nasihatnya kepada emir tidak menyangkut pembarauan, seperti yang seringkali diberitakan, tetapi agar Afghan bersekutu dengan rusia untuk melawan Inggris. Dalam banyak dokumentasi periode ini, dia terlihat sebagai figur politik yang sangat anti Inggris. Jatuhnya  A’ Zham Khan dan naik tahtanya Shir’Ali yang pro Inggris, menyebabkan  Afghani diusir dari Afghanistan pada Desember 1868. dia ke Bombai, Kairo, lalu ke Istambul pada 1869.
Di Istambul, Afghani kembali dapat menembus kalangan tinggi. Dia punya kontak dengan tokoh terkemuka pembaratan dan sekularis, seperti Munif, Presiden Dewan Pendidikan serta Tahsin, direktur universitas baru yang berpikiran ilmiah. Afghani ditunjuk untuk menyampaikan salah satu pidato pembukaan di universitas tersebut pada tahun 1870. disini dia memuji pembaharuan yang bersifat pembaratan, dan mendesak kaum muslim agar mencontoh ‘bangsa Barat yang berperadaban’.
Pada 1870, Afghani diangkat menjadi dewan pendidikan ‘Ustmaniah resmi yang reformis. Karena ikatannya dengan berbagai ahli pendidikan terkemuka, dia diundang untuk menyampaikan kuliah umum. Namun , dari kuliah inilah menyebabkan dia diusir, karena isinya dianggap menyimpang dari agama. 
Yusron Asmuni, Pengantar studi Pemikiran dan Gerakan  Pembaharuan Dalam Dunia Islam ( Dirasah Islamiyah III), Jakarta ,Raja Grafindo Persada, 1998.
Afghani diusir dari Istambul dan kepala universitasnya dipecat. Afghani kemudian ke Kairo. Pada waktu itu Mesir diperintah oleh Khedive Isma’il. Di Kairo dia tinggal sangat lama, dari 1871 sampai diusir pada 1879. Politisi terkemuka Mesir, Riyad Pasha, rupanya mengundangnya dan menggajinya. Sebagian besar waktunya terutama untuk mengajar para pemuda secara informal, beberapa diantaranya menjadi muridnya. Muhammad Abduh muda dan yang lainnya yang kemudian disebut sebagai murid setia. Pada 1870, Afghani mendorong pengikutnya untuk menerbitkan Koran. Di Koran ini mereka menekankan isu politik. Pada tahun-tahun itu, perhatian dan keterlibatan politik orang Mesir meningkat secara dramatis. Problem keuangan dan pajak dipadu dengan peristiwa dalam dan luar negri lainnya menciptakan krisis politik. Karena krisis tersebut akhirnya Khadive Ismail dapat digulingkan oleh ahli warisnya  Khadive Taufiq . Pada 1870 Taufiq berkuasa dibawah dukungan Inggris dan Prancis.
Dari Mesir, Afghani ke Hyderabad di India selatan. Disana dia  tinggal selama dua tahun. Disana dia menulis, dalam bahasa Persia,beberapa artikel dan satu-satunya risalahnya, yang terjemahan judul Arabnya adalah ‘ membantah Kaum Materialis.’dalam karya ini banyak tranformasi pada pesona publik atau peranan Afghani dalam masyarakat.dia mengunkapkan bahwa dirinya sebagai pembela kuat agama pada umumnya , khususnya Islam terhadap serangan kaum ortodoks.
Dari India Afghani  ke London dan pada 1883 ke Paris. Di Paris dia diikuti Muhammad Abduh. Mereka menerbitkan Koran berbahasa Arab, Al-Urwah Al-Wutsqa (Mata Rantai Terkuat, merujuk ke Al-Qur’an atau Islam)  yang mendapat dari para pengagum, dan dibagikan gratis kepada tokoh terkemuka di seluruh dunia muslim. Dalam Koran ini, Afghani melanjutkan polemik anti Inggrisnya, khususnya menentang serangan Inggris di Mesir dan Sudan, Dia juga mengemukakan argument-argumen yang memperkuat pandangan bahwa persatuan antar Negara Islam dapat membendung serbuan pihak asing.
Yusron Asmuni, Pengantar studi Pemikiran dan Gerakan  Pembaharuan Dalam Dunia Islam ( Dirasah Islamiyah III), Jakarta ,Raja Grafindo Persada, 1998
 Pada 1889, Syah Iran pergi ke Eropa melalui St Petersburg. Afghani bertemu Syah di Munich, Syah mengundang Afghani ke Iran.  Karena pengaruhnya kurang di Iran Afghani mengumpulkan kelompok pembaharu dan mengajarkan metode aksi oposisi. Pada januari 1891 penguasa Iran mengusir Afghani ke Irak, ketika di Irak Afghani menulis surat kepada murid-muridnya dan ulama untuk menentang konsesi Iran terhadap pihak asing. Setelah itu Afghani pindah ke London dan melanjutkan propagandanya  menentang pemerintah Iran. Dia bergabung dengan Malkam Khan seorang pembaharu Iran,dalam propaganda menentang rezim Iran. Sultan Abdul Hamid kemudian mengundangnya untuk datang ke Istambul Afghani menyetujuinya.
Pada 1897 Afghani meninggal akibat kanker di dagunya. Di antara banyak mitos seputar dirinya, adalah bahwa dia diracun oleh sultan. Namun bukti bahwa dia memang sakit dan dioprasi terdokumentasi dengan baik. Pada masa ini Afghani tidak boleh menerbitkan apapun, tidak diperbolehkan bepergian atau berbicara  di depan umum selama lima tahun. semakin pudarlah Afghani dari kesadaran umum, sampai berita meninggalnya. Kemasyhuran Afghani tercermin dari perjuangannya dalam berbagai hal diantaranya modernisme Islam, aktivisme militan, dan khususnya anti imperealisme, semakin tersebar luas di dunia muslim. Afghani adalah pencetus paling penting kecenderungan untuk mengubah Islam dari kepercayaan keagamaan menjadi idiologi politik-agama.
·         Gagasan Pan-Islamisme Al-Afghani
Pengalaman yang diserap Al-Afghani selama lawatannya ke Barat  menumbuhkan semangatnya untuk mamajukan umat. Barat yang diperankan oleh Inggris dan Prancis  mulai  hendak menancapkan dominasi politiknya di dunia Islam, maka pasti akan berhadapan dengan Al-afghani. Adanya anggapan dasar yang dipegang oleh Al-Afghani menghadapi Barat seperti diungkapkan L. Stoddard yakni :
   1. Dunia Kristen sekalipun mereka berbeda dalam keturunan, kebangsaan, tetapi apabila menghadapi dunia Timur (Islam) mereka bersatu untuk menghancurkannya.
   2. Semangat perang Salib masih tetap berkobar, orang Kristen masih menaruh dendam. Ini terbukti umat Islam diperlakukan secara diskriminatif dengan orang Kristen.
   3. Negara-negara Kristen membela agamanya. Mereka memandang Negara Islam lemah, terbelakang dan biadab. Mereka selalu berusaha menghancurkan  dan  menghalangi  kemajuan Islam.
   4. Kebencian terhadap umat Islam bukan hanya sebagain mereka, tetapi seluruhnya. Mereka terus-menerus bersembunyi dan berusaha menyembunyikannya.
   5. Perasaan dan aspirasi umat Islam diejek dan difitnah oleh mereka. Istilah nasionalisme dan patriotosme di Barat, di Timur disebut fanatisme.
Menurut Al-Afghani, hal-hal tersebut di atas menuntut adanya persatuan umat Islam untuk  menghadapui dunia Barat dan mempertahankanya dari keruntuhan. Disamping itu Al-Afghani melihat bahwa kondisi umat Islam sendiri memang berada dalam kemunduran yang mengkhawatirkan. Kemunduran  tersebut  menurutnya bukan karena ajaran Islam, tetapi oleh umat itu sendiri yang yang tidak berupaya mengubah nasibnya. Menghadapi paham fatalisme, Al-Afghani mengajak umat Islam merebut peradaban, kebudayaan, ilmu pengetahun Barat yang positif dan sesuai ajaran Islam. Pan Islamisme (Al-jami’iyyah Al-Islamiyyah) ialah rasa solidaritas seluruh umat Islam. Solidaristas sepeti itu sudah ada dan diajarkan sejak Nabi SAW, baik dalam menghadapi kafir Quraisy ataupun  dalam kegiatan-kegiatan sebagai upaya menciptakan  kesejahteraan umat.
Semangat  pan Islamisme yang diserukan Al-Afghani memberikan pengaruah besar di kalangan umat terutama bagi para pemimpinnya. Hal ini kemudian menyadarkan  mereka akan  besarnya ancaman Barat. Sultan Abdul Hamid dari Kerajaan Turki Usmani misalnya menyambut dengan penuh antusias. Ia mendirikan organisai seruan Pan-Islamisme mengutus banyak orang ke berbagai negeri Islam dengan pesan agar umat Islam bersatu dan  meleaskan diri dari  pemerintahan Barat.


Nikki R Kiddie Sayyid Jamal Al-Din Al-Afghani  olitical Biografi; an Islamic Response to Imperialism; Roots of Revolution.
·         Konsep Negara menurut Al-Afghani
Selain Pan-Islamisme, Al-Afghani juga mengajukan konseop negara republik yang demokratis bagi negeri-negeri Islam. Al-Afghani banyak mencela sistem pemerintahan umat Islam yang bercorak otokratis monarkhi absolut. Menurutnya, kepala negara harus mengadakan syura dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang memiliki banyak pengalaman. Pengetahuan manusia secara individu amat terbatas. Islam dalam pandangan Al-Afghani menghendaki pemerintahan Republik di mana kebebasan mengeluarkan pendapat dan kewajiban kepala negara untuk tunduk kepada Undang-undang.
Pendapat ini baru dalam sejarah politik Islam. Sebelumnya umat Islam hanya mengenal system kekhalifahan  yang mempunyai kekuasaan absolut. Dalam pemerintah republik, yang berkuasa adalah undang-undang dan hukum, bukan kepala Negara. Ia hanya kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan hukum yang digariskan oleh lembaga  legislative untuk  memajukan kemaslahatan rakyat.
Bukti keinginan Al-Afghani akan pemerintahan yang demokratis, adalah penegasannya tentang keharusan kepala Negara  mengadakan syura dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang banyak pegalaman.
Pemerintahan otokrasi yang cenderung  meniadakan hak-hak individu tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sangat  menghargai hak-hak individu. Pemerintahan otokrasi yang mawujud dalam institusi khilafah saat itu harus diganti denegan pemerintahan yang bercorak demokrasi yang menjunjung tinggi hak-hak individu.
Pemerintah yang demokratis menurut Al-Afghani menghendaki adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat. Lembaga ini bertugas memberi usul dan pendapat kepada pemerintah dalam menentukan suatu  kebijaksanaan Negara. Ide dari wakil rakyat yang berpengalaman merupakan  sumbangan yang berharga bagi pemerintah, karenanya para wakil rakyat haruslah berpengalaman dan berwawasan luas dan bermoral baik. Wakil-wakil tersebut akan membawa dampak positif pada pemerintahan sehingga akan  melahirkan undang-undang dan peraturan atau keputusan yang baik bagi rakyat.


Taufik Rachman, SI dalam Tragedi Politik Indonesia,Majalah  serikat Edisi perdana Th.VII/199
Demikian juga para pemegang kekuasan haruslah orang-orang yang paling taat terhadap undang-unang. Model inilah yang berlaku di dalam sistem khilafah, yang bagi Al-Afghani tidak sesuai  dengan ajaran Islam.
Menurut Munawir Sadjali, Pan-Islamisme Al-Afghani itu adalah  suatu asosiasi antar Negara-negara Islam dan umat Islam di wilayah jajahan untuk  menentang kezaliman intern para penguasa muslim yang lalim, menentang kolonialisme dan imperialisme Barat serta mewujudkan keadilan. Dalam kiprahnya di dunia politik Al-Afghani banyak meyumbangkan pemikiran, yakni:
1.    Keyakian bahwa kebangkitan dan kejayaan kembali Islam hanya mungkin terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang murni, dan meneladani pola hidup para sahabat Nabi, khususnya Al-Khulafa al-Rasyidin.
2.    Perlawanan terhadap kolonislisme dan dominasi Barat, baik politik, ekonomi maupun kebudayaan
3.    Pengakuan terhadap keunggulan Barat dalam Ilmu dan Teknologi, dan karenanya umat Islam harus  belajar dari Barat dalam dua bidang tersebut.
4.    Menentang setiap sistem yang sewenang-wenang dan menggantikannya dengan pemerintahan berdasarkan musyawarah.
5.    Menganjurkan pembentukan  Jamiah Islamiyah/ Pan-Islamisme, menyatukan seluruh umat Islam termasuk Persia dengan menggunakan suatu bahasa yakni bahasa Arab.
6.    Melakukan perubahan kekuasan dengan cara revolusi.
B. Sayyid Muhammad Abduh
Muhammad Abduh berakar pada bumi pedusunan Mesir . dia lahir  di sebuah dusun di delta sungai Nil pada 1849. keluarganya terkenal teguh kepada ilmu agama. Ayahnya beristri dua. Muhammad Abduh muda merasakan sejak dini sulitnya hidup dalam keluarga poligami. Hal ini menjadi pokok persoalan yang dia sampaikan dengan sangat yakin di kemudian hari  ketika dia menegaskan perlunya pembaharuan keluarga dan hak-hak wanita ‘Abduh belajar membaca dan menulis di rumah. Pada usia dua belas tahun dia rajin membaca Al-Qur’an, sampai hapal. Salah seorang penulis biografinya mencatat bahwa karena tidak belajar di lingkungan sekolah Al-Qur’an, Abduh tak pernah merasakan hal yang dialami orang yang hapal Al-qur’an seperti ragu-ragu ketika menyampaikan kuliah atau mengutip Al-Qur’an.
Ketika berusia tiga belas tahun, Abduh  dibawa ke Tanta untuk belajar di Masjid Ahmadi. Masjid ini kedudukannya dianggap nomor dua setelah Universitas Al-Azhar yaitu sebagai tempat membaca Al-Qur’an dan menghapalnya. Pada usia enam belas tahun ,dia menikah.
Pada 1866, Abduh meninggalkan keluarga dan isterinya, menuju Kairo untuk belajar di  Al-Azhar. Ketika Jamaluddin datang ke Mesir, Abduh bergabung dan belajar kepadanya. Dibawah bimbingan Afghani , Abduh mulai memperluas studinya meliputi filsafat, ilmu sosial dan politik. Abduh membuang habis sisa-sisa tasawuf yang bersifat pantang dunia , lalu memasuki dunia aktivisme sosio politik.
Pada 1878, Abduh mendapat tugas mengajar di perguruan tinggi Dar Al-‘Ulum. Dia memanfaatkan ini sebagai peluang uintuk berbicara dan menulis soal politik dan sosial, dan khususnya soal soal pendidikan Nasional. Pada saat Afghani diusir dari Mesir, Abduh diberhentikan dari jabatan mengajarnya di Dar Al-Ulum. Setelah itu, Abduh diaktifkan kembali oleh perdana menteri untuk menjadi editor kepala Koran Al-Waqa’I Al- Mishriyah, sebuah Koran resmi. Dalam posisi itu, Abduh menjadi berpengaruh dalam membentuk opini publik.
Ketika mencari perlindungan di Beirut, dia mendapat undangan dari sahabat lamanya, Al-Afghani untuk bergabung bersamanya di Paris. Di sana, mereka mendirikan organisasi yang sangat berpengaruh yaitu Al-Urwat Al-Wutsq ’(Mata Rantai Terkuat). Tujuan organisasi ini adalah menyatukan umat Islam, dan sekaligus melepaskannya dari sebab-sebab perpecahan mereka. Organisasi ini menerbitkan Koran yang namanya sama dengan nama organisasinya (berhasil terbit delapan edisi), Koran ini didedikasikan untuk tujuan umum memberi peringatan kepada masyarakat non Barat tentang bahaya intervensi Eropa, sedangkan tujuan khusus adalah membebaskan Mesir dari pendudukan Inggris.
Ustman Amin,Muhammad Abduh Washington.DC. American Councilof Learned Societies,1953
Yang jadi focusnya adalah masyarakat muslim, karena fakta bahwa mayoritas bangsa yang dikhianati dan dihinakan dan yang sumber dayanya dijarah oleh pihak asing adalah umat Islam.
Karya teologisnya yang penting, Risalah At-Tauhid , berdasar pada berbagai kuliah yang disampaikannya selama berda di Beirut. Pada 1888, Khedive mengizinkannya pulang ke Kairo. Karena tidak boleh mengajar, mengingat dia dianggap terlalu berpengaruh pada kaum muda, dia diangkat menjadi hakim dipengadilan penduduk asli yang didirikan untik menerapkan atauran hukum Khedive. Dia kemudian menjadi anggota dewan administrative Al-Azhar pada 1895. Tepat sebelum pergantian abad, dia diangkat menjadi Mufti Besar Mesir. Ketika berada di posisi ini dia mengusulkan berbagai perubahan system pengadilan agama, dan melanjutkan perjuangannya memperbaharui pendidikan di Mesir, terutama di Al-Azhar.
Muhammad Abduh meninggal pada 11 juli 1905. Banyaknya orang yang memberi penghormatan di Kairo dan Aleksandria, membuktikan betapa besar penghormatan kepada dirinya.  Pada akhir hidupnya, Abduh jarang menyebut-nyebut Al-Afghani, orang yang dulunya erat hubungannya dengan Abduh dan berpengaruh kuat padanya. Meskipun Abduh mendapat serangan sengit karena pandangan dan tindakannya yang blak-blakan, terutama pada tahun-tahun terakhir hidupnya, terasa ada pengakuan bahwa Mesir dan Islam merasa kehilangan atas meninggalnya seorang pemimpin yang terkenal lemah lembut dan mendalam spiritualnya. Orang Yahudi, Kristen dan Islam datang berbondong-bondong untuk memberi penghormatan kepadanya sebagai sarjana,patriot dan agamawan.
Latar kehidupannya diwarnai oleh enam fenomena dan kondisi yang membentuk jatidiri dan ketokohannya sebagai fundamentalis dan mujadid Islam yang genius sebagaimana berikut:
Pertama: Pertumbuhan awal – Beliau dilahirkan di perkampungan Mahallat Nasr berhampiran Sungai Nil di daerah al-Buhairah, Mesir pada tahun 1849 (bersamaan 1266 H). Keluarganya dari golongan petani yang sederhana tetapi kuat berpegang dan beramal dengan agama. Muhammad Abduh telah menerima pendidikan asas daripada kedua ibubapa dan keluarganya. Dia telah berjaya menghafal al-Qur’an seawal usia 10 tahun. Untuk memperkukuhkan penguasaan ilmu keagamaannya, beliau telah dihantar ke Masjid al-Ahmadi di Tanta sekitar 80 km dari ibu negara Mesir, Kaherah. Beliau menghabiskan masa selama 2 tahun belajar di masjid tersebut. Sekembalinya ke desa dalam usia 16 tahun, dia telah dikahwinkan dengan gadis desanya pada tahun 1865.
Kedua: Pengaruh Sufisme – Pelarian Muhammad Abduh dari rumahnya ke perkampungan Syibral Khit merupakan satu babak penting dalam hidupnya kerana dia dipertemukan dengan salah seorang bapa saudaranya, Syeikh Darwish Khidr yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang luas tentang pengajian al-Qur’an dan ilmu tasawuf. Syeikh Darwish merupakan pengikut aliran sufi Abu al-Hasan al-Syazali (Syazaliyyah) yang mempunyai pengaruh yang kuat di Mesir dan Afrika Utara pada ketika itu. Mulai saat itu, Muhammad Abduh cenderung dan amat meminati pengajian tasawuf serta ilmu pengetahuan.
Ketiga: Pengajian di Universiti Al-Azhar – Muhammad Abduh kembali meneruskan pengajiannya di Masjid al-Ahmadi, dan pada bulan Februari 1866 beliau mendaftarkan diri sebagai mahasiswa pengajian tinggi universiti Al-Azhar yang tersohor dan bersejarah, yang mana ia telah diisytiharkan oleh Khalifal Al-‘Aziz BiLlah (tempoh pemerintahannya dari 975-996) dari pemerintah Kerajaan Fatimiyyah sebagai sebuah universiti pada tahun 988 (bersamaan 378 H). Di universiti tersebut, Muhammad Abduh bukan sekadar mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu keagamaan dalam pelbagai bidang dan cabangnya, tetapi beliau juga turut terdedah dengan ilmu-ilmu rasional dan falsafah. Pensyarah falsafahnya, Syeikh Hasan al-Thawil telah membimbingnya dengan ilmu-ilmu falsafah yang dikarang oleh Ibn Sina, al-Farabi dan Ibn Rusyd dan ilmu logika Aristotle dan metafizika Plato serta pelbagai cabang ilmu-ilmu rasional yang lain.
Keempat: Pertemuan dengan Sayyid Jamaluddin al-Afghani dan pengaruh reformasi pemikiran Islam Pan Islamismenya – Episod terpenting yang merubah corak perjalanan hidup dan perjuangan masa depannya ialah pertemuan Muhammad Abduh dengan Sayyid Jamaludin yang kemudian menjadi gurunya dan mentornya dalam mereformasikan pemikiran Islam. Kehebatan dan kegeniusan al-Afghani yang menjadi gurunya di Kaherah selama delapan tahun dari tahun 1871 hingga 1879 telah membina kepimpinan, keilmuan dan ketokohan Muhammad Abduh. Sejak berusia 26 tahun, Abduh menghasilkan karya-karya berikut hasil pertemuannya dengan Jamaluddin, antaranya ialah Risalah al-‘Aridat (1837), Hasyiah Syarah al-Jalal ad-Diwani Lil `Aqa`id adh-Adhudhiyyah (1875). Di samping itu, beliau turut menulis tentang pelbagai persoalan reformasi pemikiran Islam di dalam surat kabar ternama di Kaherah yaitu al-Ahram.  Surat kabar  tersebut menjadi medium baginya untuk meniupkan semangat anti penjajah Barat..
Kelima: Pergolakan politik tanah airnya Mesir dan penjajahan Barat ke atas dunia Islam – Sepanjang tahun-tahun 1870-an, Mesir menghadapi pergolakan politik yang tidak menentu dan tidak stabil akibat kelemahan serta kebejatan pemerintahnya, Khedive Ismail yang akhirnya telah mengundang campur tangan penjajah Inggeris, lebih-lebih lagi apabila berlakunya Pemberontakan Urabi pimpinan Ahmad Urabi Pasha dari Parti beraliran nasionalisme. Lantaran kegeniusan Muhammad Abduh, beliau telah lulus mencapai tahap tertinggi atau al-‘Alamiyyah di Al-Azhar dalam usia 28 tahun yaitu pada tahun 1877. Pada tahun yang sama dia ditawarkan menjadi pensyarah Al-Azhar dan mengajar bidang logika dan ilmu kalam (skolastik Islam).Beliau mengajar kitab Tahzib al-Akhlaq karangan Ibn Maskawayh dan sejarah peradaban Barat berasaskan terjemahan Arab karya Guizot, History of Civilization in Europe dirumahnya. Pada tahun 1878, Muhammad Abduh dilantik menjadi pensyarah di Dar al-Ulum. Salah satu subjek yang diajar di pusat pengajian tersebut ialah al-Muqaddimah Ibn Khaldun.
Keenam: Pertemuann dan pendedahan Abduh dengan pergerakan tajdid dan reformasi Pan Islamisme Jamaluddin al-Afghani diperingkat antara bangsa  Selepas diusir dari Mesir, Muhammad Abduh menuju Syria dan Libanon pada tahun 1882. Pada tahun 1883 beliau pergi ke Paris bergabung dengan Sayyid Jamaluddin menerbitkan majalah al-Urwat ul-Wuthqa yang menjadi saluran penyatuan pemikiran ummat Islam dan membangkitkan semangat mereka menentang penjajahan Barat di dunia Islam.



Ustman Amin,Muhammad Abduh Washington.DC. American Councilof Learned Societies,1953
Secara ringkasnya kepulangan Abduh ke Mesir memberi kesempatan kepadanya untuk berkecimpung secara langsung dalam mainstream tanah airnya dan umat Islam keseluruhannya.
Sepanjang tempoh tahun 1888, hingga kematiannya pada 11 Julai 1905 di Kaherah, Mesir, Muhammad Abduh dilantik menjadi Hakim Mahkamah Syari’ah pada tahun 1888, ahli jawatankuasa atau senat Universiti al-Azhar, manakala pada tahun 1899 beliau dilantik menjadi Mufti Mesir dan ahli Majlis Syura Kerajaan Mesir. Kedudukan.
·         Reformasi Pemikiran Islam
Syeikh Muhammad Abduh telah menggerakkan dan mempelopori kebangkitan intelektual pada separuh abad ke-19. Kebangkitan dan reformasi difokuskan kepada gerakan kebangkitan, kesedaran dan pemahaman Islam secara komprehensif serta pemulihan semangat dan pemikiran Islam agar dapat menyahut kemodenan yang kompleks. Tajdid atau reformasi pemikiran Islam Muhammad Abduh merangkumi aspek-aspek berikut:-
Pertama: Membebaskan pemikiran umat Islam dari kebekuan, kejumudan (stagnation) serta taqlid buta (blind imitation). Dalam konteks ini, gagasan Abduh ialah membebaskan ummah daripada taqlid dan meningkatkan kefahaman ummah tentang agama dengan mengajak mereka merujuk secara langsung kepada al-Quran dan al-Sunnah serta berpandu kepada kupasan dan tafsiran salaf al-sholeh sebelum muncul tempoh perselisihan atau khilafiah yang tidak banyak memberi faedah kepada ummat Islam.
Kedua: Muhammad Abduh berusaha mencetuskan pembukaan pintuijtihad dan perkembangan pemikiran dan penyelidikan umat Islam serta tidak dipecahbelahkan oleh keta’asuban kepelbagaian mazhab dan kelompok aliran politik dan ‘asabiyyah (perkauman).
Terdapat dua metodologi ijtihad yang disyarankan oleh Abduh dalam melaksanakan ijtihad tersebut. Ini termasuk,  kaedah maslahah yang sering digunakan oleh aliran Maliki dan Hanafi.

Malcom K Kerr,Islamic Reform. The Political and LegaL Theories of Muhammad Abduh and Rashid Rida,Barkeley; University of California Press,1996
Muhammad Abduh mendalami fiqh Maliki dan Hanafi ketika belajar di Al-Azhar. Bermakna metodologi aliran al-hadith dan aliran al-ra`y telah digabungkan olehnya dalam berijtihad bagi menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam, terutama perkara-perkara yang bersifat kontemporari. Manakala, kedua, yang dicadangkan olehnya ialah kaedah talfiq (piecing together) yang menggunakan pendekatan sintesis, iaitu memilih yang terbaik setelah mengadakan perbandingan antara ijtihad para ulama` dari pelbagai aliran. Ijtihad bagi Abduh merupakan jalan terbaik untuk memecahkan kebekuan dan kejumudan pemikiran ummah yang tidak berupaya menghadapi perubahan masyarakat dan zaman.
Ketiga: Mengembalikan ajaran Islam ke landasan dan pengkalan yang asalnya yaitu berpegang kepada al-Quran dan al-Sunnah. Menurut Y. Haddad didalam buku Pioneers of Islamic Revival yang memetik pandangan Abduh dalam rangka mengembalikan Islam ke pengkalan asalnya dipanggil kaedah salafiyyah. Tiga metode salafiyyah yaitu, (1) Golongan salaf perlu dikenal pasti memiliki autoriti untuk mentafsirkan Islam yang dimulai oleh Rasulullah SAW, madrasah para sahabatnya dan para tabi’in yang terpercaya, sejajar dengan apa yang diungkapkan oleh Muhammad al-Bahi bahawa dengan kaedah menghidupkan dan membongkar khazanah intelektual kitab-kitab terawal (kutub al-awa`il) atau al-Turath yang dihasilkan pada abad pertama hijrah, (2) Semua teks pentafsiran, kecuali al-Quran, perlu diselidiki dan dianalisis secara mendalam, dan kemudiannya perlu diukur dan dipiawai dengan neraca al-Quran, (3) Semua aliran dan mazhab Islam perlu dilindungi kebebasan mereka tanpa campurtangan golongan pemerintah, sementara itu, golongan umara` atau pemerintah sewajarnya bersifat berkecuali daripada sebarang kecenderungan kepada sebarang mazhab agar berkembangnya penyuburan intelektual Islam.
Abduh menghadapi fenomena konflik dua aliran dengan pemikiran positif. Penyelesaian yang disarankan olehnya kepada kedua-dua kelompok itu ialah dengan membebaskan pemikiran daripada taqlid buta dan kembali kepada pendekatan salafi sebelum period khilafiah.
Malcom K Kerr,Islamic Reform. The Political and LegaL Theories of Muhammad Abduh and Rashid Rida,Barkeley; University of California Press,1996
Malah, beliau mengajak intelektual Islam menyelidiki kemajuan sains dan modeniti yang sedang melanda dunia mutakhir. Selanjutnya, beliau mengajak para cendekiawan Islam tampil membuka pintu ijtihad serta membuat kajian dan tafsiran yang bijak tentang hal ehwal umat Islam.
Keempat: Menyatupadukan umat Islam dan membangkitkan kesedaran serta menggembeling tenaga mereka ke arah membebaskan ummah daripada belenggu penjajahan Barat menerusi penguasaan sains dan teknologi moden yang sedang didominasi oleh komuniti Barat. Respons segera Abduh terhadap dakwaan liar Menteri Luar Perancis, M.Gabriel Hanoteaux yang menyatakan penguasaan Barat atau Eropah dalam pelbagai lapangan sains dan teknologi adalah kerana mereka mewarisi peradaban semetik atau Aryan. Abduh menyangkal hujah tersebut dengan menyatakan peradaban Barat amat terhutang budi dengan peradaban Islam yang mengeluarkan Barat dari zaman kegelapannya. Hujah-hujah Abduh ini termuat didalam bukunya Al-Muslimun wa al-Islam (1963) dan Al-A’mal al-Kamilah (1972). Malah, karyanya yang amat penting dalam rangka membuktikan bahawa Islam dan umat Islam telah memberi sumbangan yang besar kepada umat Modern serta perkembangan sains dan teknologi termuat di dalam bukunya Al-Islam wa al-Nasraniyyah Ma’a al-‘Ilm wa al-Madaniyyah (1902)

Malcom K Kerr,Islamic Reform. The Political and LegaL Theories of Muhammad Abduh and Rashid Rida,Barkeley; University of California Press,1996
BAB III
PENUTUP

3.      Kesimpulan
Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh  adalah dua tokoh reformis Islam yang merintis perjuangannya pada akhir abad sembilan belas dan awal abad dua puluh. Afghani dan Abduh adalah dua reformis yang pada dasarnya memiliki visi dan misi yang sama karena mereka memiliki hubungan yang kuat yang diantaranya sebagai sahabat, guru dan murid.
Pendidikan yang diperoleh Afghani dari semenjak kecil adalah pendidikan syiah di Iran terutama filsafat Islam yang dikembangkan oleh kaum syiah madzhab Syaikhi sedangkan Abduh belajar di Masjid Ahmadi dan Al-Azhar selanjutnya mendapatkan pengajaran filsafat dari Afghani.  Bakat ilmu pengetahuan dan wawasan yang menjadi dasar aktivitas mereka adalah  disamping  ilmu agama juga ilmu-ilmu yang didapat dari ilmu –ilmu yang yang berkembang selanjutnya seperti filsafat, sosiologi dan ilmu politik.
Dalam perjuangannya mereka berusaha membuka mata kejumudan kaum Islamis tradisionalis conservative untuk lebih memandang ralitas sosial yang menjadi penyebab kesenjangan idealisme ajaran-ajaran Islam. Mereka tidak meninggalkan kemuslimannya untuk menerima segala perubahan baik dalam wujud pemikiran maupun dalam bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Wujud perjuangan mereka berupa paradigma Islam dipandang sebagai ajaran yang menghargai aktivitas berfikir yang berpola interpretasi rasional terhadap perubahan kehidupan sosial masyarakat juga memperjuangkan hak-hak sosial ekonomi dan politik kaum muslim yang waktu itu mengalami penjajahan dari kaum imperialisme Barat.

4.      Saran
Sebaiknya gerakan pembaharuan islam dapat dipelajari oleh semua orang setiap harinya tidak hanya orang-orang yang menempuh pendidikan di Muhammadiyah saja,karena Tajdid ini sangatlah penting bagi umat islam agar dapat memperbarui Iman nya agar sesuai dengan yang di ajarkan dalam Al-Quran dan hadist.

DAFTAR PUSTAKA

·         Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia1900-1942,  Yogyakarta ,LP3ES,1994.
·         Al-Ghazali,Kitab Ihya ‘Ulum Ad-Din,4 jil,Kairo,Ottoman Printing Press,1352/1933,jil2,1993
·         Hasan Asy-Syaikh, Ma’al Imam Muhammad Abduh fi Madrasatihi Al-Adabiyah, Kairo Matba’ah Al-Azhar
·         Malcom K Kerr,Islamic Reform. The Political and LegaL Theories of Muhammad Abduh and Rashid Rida,Barkeley; University of California Press,1996
·         Muhammad Abduh, Al-Muslimun wa Al-Islam,Thahir At-Tanahi(ed),Kairo:Al-Hilal,1963
·         Muhammad Syamsu As, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya ,Jakarta, Lentara Basritama,1999.
·         Mukti Ali, Interprestasi tentang  Amalan-amalan Muhammadiyah, MP.Pemuda Muhammadiyah, tth.
·         Nikki R Kiddie Sayyid Jamal Al-Din Al-Afghani  olitical Biografi; an Islamic Response to Imperialism; Roots of Revolution.
·         Rahmena, Ali. Para Perintis zaman baru Islam,Bandung, Mizan 1996
·         Taufik Rachman, SI dalam Tragedi Politik Indonesia,Majalah  serikat Edisi perdana Th.VII/1997.
·         Ustman Amin,Muhammad Abduh Washington.DC. American Councilof Learned Societies,1953
·         Yusron Asmuni, Pengantar studi Pemikiran dan Gerakan  Pembaharuan Dalam Dunia Islam ( Dirasah Islamiyah III), Jakarta ,Raja Grafindo Persada, 1998.


1 opmerking:

  1. Lucky Club Casino Site - South Africa
    Our Lucky Club Casino site is licensed in South Africa. This is a safe and safe online gambling site. Our site's rating system ensures a safe and Live Dealer: 888sportCustomer Support: 24/7 Live Chat, Email, Phone Rating: 3.8 luckyclub · ‎14 votes

    AntwoordVee uit